Daftar Blog Saya

Selasa, 08 November 2011

kajian hukum islam terhadap fashion remaja muslimah

KAJIAN HUKUM ISLAM TERHADAP GAYA FASHION REMAJA MUSLIMAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Problematika paling penting yang menghadang kita dewasa ini adalah problema wanita muslimah, khususnya yang duduk di perguruan tinggi. Menurunnya standar moralitas mereka serta pemecahan-pemecahan yang benar yang harus dijaga pada setiap saat dan di setiap tempat. Semua ini terjadi seiring era globalisasi yang meningkat. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi harus diimbangi dengan perkembangan iman dan taqwa. Terlebih bagi seorang muslimah yang sering menjadi sorotan dari segala aspek yang ada padanya. Ukuran seorang remaja masih amat labil sehingga mudah terpengaruh terhadap segala perubahan harus lebih intens diperhatikan. Mereka sering mencari sesuatu yang baru yang menurut mereka layak untuk diterapkan.
Gaya fashion remaja sekarang ini semakin beragam seiring masuknya budaya Barat ke Indonesia. Segala jenis pakaian di dominasi dari sana. Bahkan kerudung yang menjadi ciri khas seorang muslimah kini menjadi tren baru di dunia fashion. Fashion pada dasarnya adalah suatu antusiasme yang singkat terhadap sesuatu, semisal pada gaya berpakaian. Gejolak tersebut datang dan pergi secara cepat dengan kekuatan yang tinggi, hal ini terjadi pada suatu fatamorgana kehidupan yang tidak ubahnya seperti musim dengan waktu yang bergulir secara singkat. Fashion pun merepresentasikan kecenderungan perilaku manusia yang berlaku sangat singkat. Dalam tatanan masyarakat modern, fashion merupakan suatu industri yang memutar faktor manusia dan modal yang kemudian menjadikannya sebagai suatu kebutuhan industri, sehingga terbentuklah pola-pola yang berkaitan erat dengan perkembangan mode atau fashion. “Fashion hanya mempengaruhi kelas atas, dan merupakan sesuatu yang hanya untuk kelas atas. Kelas bawah hanya meniru gaya kelas atas, mengambil gaya dan bentuk sesegera dan sebisa mungkin” (Teori Simmel-teori menetes kebawah).
Banyak tulisan-tulisan yang membicarakan persoalan muslimah, tapi sayangnya hanya terfokus pada hal-hal yang umum saja, yang selanjutnya tidak bisa menjadi acuan muslimah lain untuk dijadikan sudut pandang mereka. Anehnya orang yang membaca tulisan tersebut, khususnya yang terbaratkan, lebih banyak berbicara dan lebih susah diajak maju di zaman keemasan kita ini. Ada hal lain yang harus kita pertanyakan saat ini: apa yang telah dipersembahkan oleh peradaban Barat selama ini terhadap kaum remaja kita? Dan apakah Barat memandang wanita setinggi pandangan yang dipersembahkan oleh Islam? Barat tidak bisa dijadikan pandangan untuk kita sebagai seorang muslimah karena kondisinya yang berbeda. Disana mayoritas penduduknya non-muslim, sedangkan negara kita mayoritas beragama Islam. Jika kondisi ini dipadukan, maka aturan original Islam akan tercampuradukan. Boleh kita memandang kemajuan zaman Barat, tetapi jangan sampai merusak akidah dan moralitas Islam.
Dari permasalahan di atas, ingin penulis menyajikan tulisan yang lebih khusus membahas tentang remaja muslimah kita. Pada kesempatan kali ini penulis ingin menfokuskan pada permasalahan gaya fashion remaja muslimah di era zaman yang global ini. Sebab semakin berkembangnya zaman semakin berkembang pula perkembangan fashion Barat di negara ini, yang lama-lama mengontaminasi fashion remaja kita. Untuk itu perlu dikaji lebih dalam lagi bagaimana tinjauan hukum islam terhadap permasalahan ini.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini, antara lain:
1. Sejauh mana Islam membatasi gaya fashion remaja muslimah sesuai dengan aturan auratnya?
2. Apa pengaruh perkembangan fashion Barat terhadap kondisi fashion remaja muslimah modern saat ini?
3. Bagaimana Islam menyikapi kondisi masuknya fashion Barat yang mempengaruhi fashion remaja muslimah?
1.3. Tujuan penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin  diperoleh dalam tulisan  ini, antara lain:
1. Untuk mengetahui sejauh mana Islam membatasi gaya fashion remaja muslimah yang sesuai dengan auratnya
2. Untuk mendeskripsikan pengaruh perkembangan fashion Barat terhadap fashion remaja muslimah modern saat ini
3. Untuk menganalisis bagaimana Islam menyikapi kondisi masuknya fashion Barat yang mempengaruhi fashion remaja muslimah
1.4. Manfaat Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan di atas, manfaat yang dapat diambil dari tulisan ini, antara lain:
1. Dapat mengetahui sejauh mana Islam membatasi gaya fashion remaja muslimah
2. Dapat mendeskripsikan pengaruh perkembangan fashion Barat terhadap fashion remaja muslimah modern saat ini
3. Dapat menganalisis bagaimana Islam menyikapi kondisi masuknya fashion Barat yang mempengaruhi fashion remaja muslimah


BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Pengertian Hukum Islam
Islam adalah agama yang Rahmatal Lil’alamin. Itu adalah acuan penting kita sebagai bagian dari seorang muslim. Islam mengatur segala kehidupan makhluk yang ada di dunia ini. Dia menciptakan makhluknya dilengkapi dengan aturan-aturan yang harus ditaati. Segala aturan itu telah Dia tetapkan dalam kitab-Nya, yakni Al-quran. Yang kemudian dirumuskan oleh Nabi dan para sahabatnya menjadi suatu bentuk aturan yang mudah difahami oleh umat Islam. Dan segala aturan itu disebut dengan hukum Islam.
Hukum Islam adalah hukum yang mengatur segala sendi kehidupan dalam Islam. (Abdul Wahab Khallaf:78). Hukum Islam menjadi dasar kita dalam melaksanakan segala tindakan di dunia ini. Karena kita hidup harus didasari oleh aturan. Hukum Islam mencakup persoalan fiqih, aqidah, dan aturan yang lainnya. Dengan hukum Islam ini pula kita dapat melihat mana yang baik dan buruk, yang benar dan salah, serta yang hak dan bathil. Bahkan aturan tentang kehidupan duniawi juga diterapkan, termasuk persoalan wanita. Tapi hukum tidak bisa dipatok kebenarannya karena hukum selalu berubah seiring perubahan zaman dan tempat. Begitu pula aturan berpakaian seorang wanita. Kondisi tersebut dapat berubah-ubah.
2.2. Perkembangan Fashion Barat
Aspek fashion sudah merasuk dalam kehidupan sehari-hari pada diri setiap individu. Fashion juga mempengaruhi mulai dari apa yang kita konsumsi untuk makan, apa yang kita pakai, bagaimana kita untuk hidup,  dan bagaimana kita memandang fashion itu sendiri. Fashion juga sangat berpengaruh besar terhadap pasar dunia perdangangan untuk terus berkembang, bagi para produsen bisa untuk terus berproduksi, dan bagi para pelaku pasar juga bisa untuk terus menjual sedangkan bagi konsumen juga bisa untuk mengkonsumsinya. Cara berpakaian yang dilakukan oleh setiap individu yang mengikuti fashion –sekarang ini didominasi perkembangan fashion Barat- merupakan bentuk dari kepribadian dan idealisme diri kita sendiri.  Suatu pribadi yang membentuk identitas diri yang cenderung dalam kelompok kemudian dapat disebut dengan seseorang yang fashionable yaitu alias modern yang selalu mengikuti mode, meskipun mode tersebut sudah banyak berubah dari aturan. Fashion sendiri bukan merupakan hal yang baru karena fashion mampu merambah seluruh masyarakat baik dari kalangan atas, menengah sampai kalangan bawah.
Menurut Troxell dan Stone dalam bukunya yang berjudul “Fashion Marchandising” yang menyebutkan fashion adalah gaya yang diterima dan digunakan oleh mayoritas anggota sebuah kelompok dalam satu waktu tertentu. Fashion sangat erat kaitannya dengan gaya yang digemari, kepribadian dari setiap individu itu sendiri, serta rentang waktu yang tidak menentu. Sedangkan fashion menurut Solomon dalam bukunya yang berjudul “Customer Behavior : Erupeon Prespective” bahwa fashion diartikan sebagai proses penyebaran sosial dimana sebuah gaya baru yang diadopsi atau ditiru oleh kelompok konsumen tertentu. Fashion juga didefiniskan oleh Levy Michael dan Barton (2004:139) “fashion is a type of product or away of  behavioring that is temporarily adopted by a large number of consumer because the product or behavior is considered to be socially appropriate for the time and place,” yang dapat diambil pengertian bahwa fashion merupakan sebuah tipe produk atau sejauh mana perilaku yang secara sementara waktu digunakan oleh sejumlah besar konsumen karena produk atau perilaku dinilai oleh masyararakat layak/pantas pada tempat pada waktu dan tempat tertentu.
 Perkembangan fashion yang semakin merebak dikalangan remaja membawa dampak yang begitu berarti bagitu berarti bagi para remaja dalam memaknai fashion jilbab yang sedang marak terjadi. Fashion sendiri dapat dikategorikan berdasarkan dari kelompok mana fashion itu dipandang oleh setiap individu yang pada dasarnya fashion terjadi pada kalangan atas yang mana fashion berawal terjadi dari kalangan atas atau yang sering disebut dengan kalangan elit yang selalu respect, up to date dan tanggap untuk pertama kali mengadaptasi perubahan fashion yang kemudian merambah menuju kalangan menengah dan kalangan bawah. Dari pandangan ini teori yang sesuai dipergunakan adalah teori menetes kebawah yang menyatakan bahwa “Fashion hanya mempengaruhi kelas atas, dan merupakan sesuatu yang hanya untuk kelas atas. Kelas bawah hanya meniru gaya kelas atas, mengambil gaya dan bentuk sesegera dan sebisa mungkin”
2.3. Remaja Muslimah
Remaja dalam bahasa Latin adalah “adolescence”, yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan atau kedewasaan”. Istilah adolescence sesungguhnya mempunyai arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, social, dan fisik (Hurlock, 1991). Pandangan ini didukung oleh Piaget (Hurlock, 1991) yang mangatakan bahwa secara psikologis remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. Memasuki masyarakat dewasa ini mengandung banyak aspek afektif, lebih atau kurang dari usia pubertas. Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak.
Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa. Maka seringkali remaja dikenal dengan frase “mencari jati diri” atau fase “topan badai” yaitu siapa sesungguhnya dirinya itu. Remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. Namun fase remaja merupakan fase perkembangan yang berada pada masa amat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi maupun fisik (Monks dkk; 1989). Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa remaja termasuk dalam kategori usia 12 tahun sampai 22 tahun, berada pada masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mengalami fase perkembangan menuju kematangan secara mental, emosi, fisik, dan sosial.
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka.   Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb.  Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan.  Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya.  Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya.  Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain.  Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.
Dan remaja yang dibahas disini adalah sosok remaja muslimah. Yang segala sesuatu tindakannya disoroti oleh Islam. Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya.  Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullâh memfatwakan: “Aurat wanita di hadapan sesama wanita tidaklah berbeda karena perbedaan agama. Sehingga aurat wanita dengan wanita muslimah sama dengan aurat wanita kafirah, dan aurat dengan wanita yang ‘afîfah (menjaga kehormatan diri) sama dengan aurat wanita fajirah. Kecuali bila di sana ada sebab lain yang mengharuskan untuk lebih menjaga diri. Akan tetapi wajib kita ketahui bahwa aurat itu bukan diukur dari pakaian, karena yang namanya pakaian itu harus menutupi tubuh. Walaupun aurat wanita dengan sesama wanita adalah antara pusar dan lutut, akan tetapi pakaian itu satu perkara sedangkan aurat perkara lain. Seandainya ada seorang wanita mengenakan pakain yang menutup tubuhnya dengan baik/rapi kemudian tampak dadanya atau kedua buah dadanya karena satu dan lain hal di hadapan wanita lain, sementara dia telah mengenakan pakaian yang menutupi tubuhnya dengan baik, maka hal ini tidak apa-apa. Adapun bila ia mengenakan pakaian pendek yang hanya menutupi pusar sampai ke lututnya dengan alasan aurat wanita dengan sesama wanita adalah dari pusar ke lutut maka hal ini tidak boleh, dan aku tidak yakin ada orang yang berpandangan demikian.” Aurat wanita adalah seluruh anggota tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Lehernya adalah aurat, rambutnya juga aurat bagi orang yang bukan mahram, meskipun cuma selembar. Seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan adalah aurat yang wajib ditutup.
Jadi sangat jelas  bahwasannya seorang wanita oleh Islam sangat dilindungi dan disanjung tinggi martabatnya, baik dari segi aurat maupun perlakuan kepadanya, karena itu semua adalah wujud kecintaan dan kasihsayang. Di dalam Al-Qur`an surat Al-Ahzab  ayat 59, Allah SWT telah berfirman tentang hal ini:
يايها النبي قل لازواجك وبنتك ونساءالمؤمنين يدنين عليهن من جلابيبهن ذلك ادني ان يعرفن فلا يؤذين وكان الله غفورا رحيما
“Hai nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”(Al-Ahzab:59)

BAB III
METODE PENULISAN

3.1. Analisis sosial
Analisis social merupakan usaha untuk menganalisis suatu keadaan atau masalah social secara objektif. Objek analisis yang dibahas dalam tulisan ini adalah fashion remaja muslimah saat ini yang banyak dipengaruhi fashion Barat. Disini penulis melihat kondisi realita di masyarakat. Tidak bisa munafik bahwa remaja muslimah saat ini berbeda dengan remaja-remaja di masa Rasulullah dan sahabat atau beberapa tahun silam. Saat ini pergaulan mereka semakin berkembang, dari tingkah laku maupun gaya berpakaian mereka. Semua itu terjadi seiring perkembangan fashion yang semakin meningkat. Kondisi ini tidak bisa dihalang-halangi karena sudah menjadi tren baru yang sulit dihilangkan.
Dengan analisis sosial ini, kita dapat mengetahui fenomena realita yang terjadi saat ini pada dunia fashion remaja muslimah. Dengan begitu  judul dalam tulisan “Tinjauan Hukum Islam Tentang Pengaruh Fashion Barat Terhadap Fashion Remaja Muslimah” dapat dianalisis sesuai apa yang ada di masyarakat.
3.2. Metode pustaka
Buku adalah jendela ilmu. Dengan buku kita bisa menguasai dunia karena dunia mengandung banyak ilmu yang harus kita fahami dengan membaca. Selain dengan metode analisis sosial di atas, perlu juga adanya metode pustaka untuk menyelesaikan tulisan ini. Banyak penulis yang menulis buku tentang kondisi ini. Sehingga dapat dijadikan sebagai rujukan dalam penyelesaian tulisan ini. Kajian pustaka ini dapat menambah wawasan baru bagi penulis bagaimana penulis lain memandang permasalahan ini sehingga menjadi sebuah pendapat yang dapat dibandingkan atau diperbincangkan. Semakin banyaknya buku yang dijadikan rujukan, semakin banyak pula literatur yang dapat menambah karya tulis ini lebih diterima dimasyarakat.


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Islam Membatasi Fashion Remaja Muslimah Sesuai dengan Batasan Auratnya
وقل للمؤمنت يغضضن من ابصارهن ويحفظن فروجهن ولا يبدين زينتهن الا ما ظهر منها وليضربن بخمرهن علي جيوبهن
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya,….” (QS. An-Nuur: 31)
Yang dimaksud “wa laa yubdiina ziinatahunna” (janganlah mereka menampakkan perhiasannya), adalah “wa laa yubdiina mahalla ziinatahinna” (janganlah mereka menampakkan tempat-tempat (anggota tubuh) yang di situ dikenakan perhiasan) (Lihat Abu Bakar Al-Jashshash, Ahkamul Qur’an, juz III, hal. 316). Selanjutnya, “illa maa zhahara minha” (kecuali yang (biasa) nampak dari padanya). Jadi ada anggota tubuh yang boleh ditampakkan. Anggota tubuh tersebut, adalah wajah dan dua telapak tangan. Demikianlah pendapat sebagian shahabat, seperti ‘Aisyah, Ibnu Abbas, dan Ibnu Umar (Al-Albani, 2001 : 66). Ibnu Jarir Ath-Thabari (w. 310 H) berkata dalam kitab tafsirnya Jami’ Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an, juz XVIII, hal. 84, mengenai apa yang dimaksud dengan “kecuali yang (biasa) nampak dari padanya” (illaa maa zhahara minha): “Pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah yang mengatakan, ‘Yang dimaksudkan adalah wajah dan dua telapak tangan’.” Pendapat yang sama juga dinyatakan Imam Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, juz XII, hal. 229 (Al-Albani, 2001 : 50 & 57).
Jadi, yang dimaksud dengan apa yang nampak dari padanya adalah wajah dan dua telapak tangan. Sebab kedua anggota tubuh inilah yang biasa nampak dari kalangan muslimah di hadapan Nabi Saw sedangkan beliau mendiamkannya. Kedua anggota tubuh ini pula yang nampak dalam ibadah-ibadah seperti haji dan shalat. Kedua anggota tubuh ini biasa terlihat di masa Rasulullah Saw, yaitu di masa masih turunnya ayat al-Qur’an (An-Nabhani, 1990 : 45). Di samping itu terdapat alasan lain yang menunjukkan bahwasanya seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan dua telapak tangan karena sabda Rasulullah Saw kepada Asma’ binti Abu Bakar:
“Wahai Asma’ sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) maka tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, seraya menunjukkan wajah dan telapak tangannya.” (HR. Abu Dawud)
Inilah dalil-dalil yang menunjukkan dengan jelas bahwasanya seluruh tubuh wanita itu adalah aurat, kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Maka diwajibkan atas wanita untuk menutupi auratnya, yaitu menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangannya.
Islam adalah sebuah ajaran yang Rahmatan lil alamin (Rahmat bagi sekalian alam) karena memandang seorang anak manusia adalah mulia dan mempunyai hak serta kewajiban yang sesuai dengan kodratnya masing-masing. Khususnya kaum wanita, mereka dalam hal ini sangat dilindungi dan dimuliakan sebagai usaha untuk menciptakan kehidupan yang aman dan sejahtera. Selain daripada itu sebagai seorang wanita maka seperti pada ayat diatas maka jelas sekali bahwasannya ia juga harus melindungi martabat dan kesuciannya dari beberapa hal yang kelak bisa merusaknya. Ada tiga hal pokok yang dapat digarisbawahi bagi seorang wanita dalam berprilaku, yaitu:
1. Menundukkan pandangan
2. Menjaga kemaluan, dan
3. Selalu menutup aurat.
Perlu diketahui  bahwa seluruh bagian tubuh dari seorang wanita adalah perhiasan, oleh karena itulah ia harus selalu dijaga dan ditutupi kecuali sebagian lain yang tampak. Sebagian itu adalah muka dan telapak tangan. Menurut Syekh Salim Al-Hudrani, aurat dibagi menjadi empat, yaitu:
1. Aurat perempuan yang merdeka atau amak (budak) ketika berada dengan mahramnya adalah antara lutut dan pusar
2. Aurat perempuan merdeka dan amak (budak) ketika bersama laki-laki yang bukan muhrim adalah semua badan (diluar shalat)
3. Perempuan amak (budak) yang merdeka, auratnya adalah seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan wajah
4. Laki-laki didalam dan diluar shalat serta budak-budak wanita (amak), auratnya adalah antara pusar dan lutut
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullâh memfatwakan: “Aurat wanita di hadapan sesama wanita tidaklah berbeda karena perbedaan agama. Sehingga aurat wanita dengan wanita muslimah sama dengan aurat wanita kafirah, dan aurat dengan wanita yang ‘afîfah (menjaga kehormatan diri) sama dengan aurat wanita fajirah. Kecuali bila di sana ada sebab lain yang mengharuskan untuk lebih menjaga diri. Akan tetapi wajib kita ketahui bahwa aurat itu bukan diukur dari pakaian, karena yang namanya pakaian itu harus menutupi tubuh. Walaupun aurat wanita dengan sesama wanita adalah antara pusar dan lutut, akan tetapi pakaian itu satu perkara sedangkan aurat perkara lain. Seandainya ada seorang wanita mengenakan pakain yang menutup tubuhnya dengan baik/rapi kemudian tampak dadanya atau kedua buah dadanya karena satu dan lain hal di hadapan wanita lain, sementara dia telah mengenakan pakaian yang menutupi tubuhnya dengan baik, maka hal ini tidak apa-apa. Adapun bila ia mengenakan pakaian pendek yang hanya menutupi pusar sampai ke lututnya dengan alasan aurat wanita dengan sesama wanita adalah dari pusar ke lutut maka hal ini tidak boleh, dan aku tidak yakin ada orang yang berpandangan demikian.” Aurat wanita adalah seluruh anggota tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Lehernya adalah aurat, rambutnya juga aurat bagi orang yang bukan mahram, meskipun cuma selembar. Seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan adalah aurat yang wajib ditutup.
Jadi sangat jelas  bahwasannya seorang wanita oleh Islam sangat dilindungi dan disanjung tinggi martabatnya, baik dari segi aurat maupun perlakuan kepadanya, karena itu semua adalah wujud kecintaan dan kasihsayang. Di dalam Al-Qur`an surat Al-Ahzab  ayat 59, Allah SWT telah berfirman tentang hal ini:
يايها النبي قل لازواجك وبنتك ونساءالمؤمنين يدنين عليهن من جلابيبهن ذلك ادني ان يعرفن فلا يؤذين وكان الله غفورا رحيما
“Hai nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”(Al-Ahzab:59)
Aturan tentang gaya berpakaian muslimah haruslah dapat menutupi bagian aurat yang yang sudah ditetapkan oleh Islam, seperti pada gambar barikut:
Dari gambar tersebut dapat diuraikan bahwa pakaian muslimah adalah adalah:
1. Lengan baju panjang sampai ke pergelangan tangan
2. Pakaian panjang sampai ke bukulali dan longgar
3. Memakai sarung kaki
4. Kerudung menutup dada dan tidak transparan. Ada 5 perkara yang bisa dijadikan acuan dalam menggunakan jilbab, yaitu:
1. Pada prinsipnya jilbab itu harus menutupi bagian dada (keseluruhan)
2. Modelnya tidak membentuk tubuh (ketat)
3. Tidak terbuat dari bahan yang tipis
4. Tidak menyerupai laki-laki
5. Bentuknya sederhana dan tidak mengundang perhatian (mencolok/norak)
5. Sepatu tinggi dan tidak berbunyi
Adapun dalil bahwa jilbab merupakan pakaian dalam kehidupan umum, adalah hadits yang diriwayatkan dari Ummu ‘Athiah r.a., bahwa dia berkata:
“Rasulullah Saw memerintahkan kaum wanita agar keluar rumah menuju shalat Ied, maka Ummu ‘Athiyah berkata, ‘Salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab?’ Maka Rasulullah Saw menjawab: 'Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya!’” (Muttafaqun ‘alaihi) (Al-Albani, 2001 : 82).
Berkaitan dengan hadits Ummu ‘Athiyah ini, Syaikh Anwar Al-Kasymiri, dalam kitabnya Faidhul Bari, juz I, hal. 388, mengatakan: “Dapatlah dimengerti dari hadits ini, bahwa jilbab itu dituntut manakala seorang wanita keluar rumah, dan ia tidak boleh keluar (rumah) jika tidak mengenakan jilbab.” (Al-Albani, 2001 : 93).
Dalil-dalil di atas tadi menjelaskan adanya suatu petunjuk mengenai pakaian wanita dalam kehidupan umum. Allah SWT telah menyebutkan sifat pakaian ini dalam dua ayat di atas yang telah diwajibkan atas wanita agar dikenakan dalam kehidupan umum dengan perincian yang lengkap dan menyeluruh. Kewajiban ini dipertegas lagi dalam hadits dari Ummu ‘Athiah r.a. di atas, yakni kalau seorang wanita tak punya jilbab —untuk keluar di lapangan sholat Ied (kehidupan umum)— maka dia harus meminjam kepada saudaranya (sesama muslim). Kalau tidak wajib, niscaya Nabi Saw tidak akan memerintahkan wanita mencari pinjaman jilbab. Untuk jilbab, disyaratkan tidak boleh potongan, tetapi harus terulur sampai ke bawah sampai menutup kedua kaki, sebab Allah SWT mengatakan: “yudniina ‘alaihinna min jalabibihinna” (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka).
Dalam ayat tersebut terdapat kata “yudniina” yang artinya adalah yurkhiina ila asfal (mengulurkan sampai ke bawah/kedua kaki). Penafsiran ini —yaitu idnaa’ berarti irkhaa’ ila asfal— diperkuat dengan dengan hadits Ibnu Umar bahwa dia berkata, Rasulullah Saw telah bersabda:
“Barang siapa yang melabuhkan/menghela bajunya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat nanti.’ Lalu Ummu Salamah berkata,’Lalu apa yang harus diperbuat wanita dengan ujung-ujung pakaian mereka (bi dzuyulihinna).” Nabi Saw menjawab,’Hendaklah mereka mengulurkannya (yurkhiina) sejengkal (syibran)’ (yakni dari separoh betis). Ummu Salamah menjawab, ‘Kalau begitu, kaki-kaki mereka akan tersingkap.’ Lalu Nabi menjawab, ‘Hendaklah mereka mengulurkannya sehasta (fa yurkhiina dzira`an) dan jangan mereka menambah lagi dari itu.” (HR. At-Tirmidzi, juz III, hal. 47; hadits sahih) (Al-Albani, 2001 : 89).
Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bahwa pada masa Nabi Saw, pakaian luar yang dikenakan wanita di atas pakaian rumah —yaitu jilbab— telah diulurkan sampai ke bawah hingga menutupi kedua kaki. Berarti jilbab adalah terusan, bukan potongan. Sebab kalau potongan, tidak bisa terulur sampai bawah. Atau dengan kata lain, dengan pakaian potongan seorang wanita muslimah dianggap belum melaksanakan perintah “(yudniina ‘alaihinna min jalaabibihina)” (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbabnya). Di samping itu kata min dalam ayat tersebut bukan min lit tab’idh (yang menunjukkan arti sebagian) tapi merupakan min lil bayan (menunjukkan penjelasan jenis). Jadi artinya bukanlah “Hendaklah mereka mengulurkan sebagian jilbab-jilbab mereka” (sehingga boleh potongan), melainkan Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka (sehingga jilbab harus terusan) (An-Nabhani, 1990 : 45-51).
4.2. Pengaruh Perkembangan Fashion Barat Terhadap Fashion Remaja Muslimah Saat Ini
4.2.1. Busana Muslimah Dalam Kehidupan Khusus
Adapun dengan apa seorang muslimah menutupi aurat tersebut, maka di sini syara’ tidak menentukan bentuk/model pakaian tertentu untuk menutupi aurat, akan tetapi membiarkan secara mutlak tanpa menentukannya dan cukup dengan mencantumkan lafadz dalam firman-Nya (Qs. an-Nuur: 31) “wa laa yubdiina” (Dan janganlah mereka menampakkan) atau sabda Nabi Saw “lam yashluh an yura minha” (tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya) (HR. Abu Dawud). Jadi, pakaian yang menutupi seluruh auratnya kecuali wajah dan telapak tangan dianggap sudah menutupi, walau bagaimana pun bentuknya. Dengan mengenakan daster atau kain yang panjang juga dapat menutupi, begitu pula celana panjang, rok, dan kaos juga dapat menutupinya. Sebab bentuk dan jenis pakaian tidak ditentukan oleh syara’.
Berdasarkan hal ini maka setiap bentuk dan jenis pakaian yang dapat menutupi aurat, yaitu yang tidak menampakkan aurat dianggap sebagai penutup bagi aurat secara syar’i, tanpa melihat lagi bentuk, jenis, maupun macamnya. Namun demikian syara’ telah mensyaratkan dalam berpakaian agar pakaian yang dikenakan dapat menutupi kulit. Jadi pakaian harus dapat menutupi kulit sehingga warna kulitnya tidak diketahui. Jika tidak demikian, maka dianggap tidak menutupi aurat. Oleh karena itu apabila kain penutup itu tipis/transparan sehingga nampak warna kulitnya dan dapat diketahui apakah kulitnya berwarna merah atau coklat, maka kain penutup seperti ini tidak boleh dijadikan penutup aurat. Mengenai dalil bahwasanya syara’ telah mewajibkan menutupi kulit sehingga tidak diketahui warnanya, adalah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah R.A. bahwasanya Asma’ binti Abubakar telah masuk ke ruangan Nabi Saw dengan berpakaian tipis/transparan, lalu Rasulullah Saw berpaling seraya bersabda:
“Wahai Asma` sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) tidak boleh baginya untuk menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini.” (HR. Abu Dawud).
Jadi Rasulullah Saw menganggap kain yang tipis itu tidak menutupi aurat, malah dianggap menyingkapkan aurat. Oleh karena itu lalu Nabi Saw berpaling seraya memerintahkannya menutupi auratnya, yaitu mengenakan pakaian yang dapat menutupi. Dalil lainnya juga terdapat dalam hadits riwayat Usamah bin Zaid, bahwasanya ia ditanyai oleh Nabi Saw tentang Qibtiyah (baju tipis) yang telah diberikan Nabi Saw kepada Usamah. Lalu dijawab oleh Usamah bahwasanya ia telah memberikan pakaian itu kepada isterinya, maka Rasulullah Saw bersabda kepadanya:
“Suruhlah isterimu mengenakan baju dalam di balik kain Qibtiyah itu, karena sesungguhnya aku khawatir kalau-kalau nampak lekuk tubuhnya.” (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi, dengan sanad hasan. Dikeluarkan oleh Adh-Dhiya’ dalam kitab Al-Ahadits Al-Mukhtarah, juz I, hal. 441) (Al-Albani, 2001 : 135).
Qibtiyah adalah sehelai kain tipis. Oleh karena itu tatkala Rasulullah Saw mengetahui bahwasanya Usamah memberikannya kepada isterinya, beliau memerintahkan agar dipakai di bagian dalam kain supaya tidak kelihatan warna kulitnya dilihat dari balik kain tipis itu, sehingga beliau bersabda: “Suruhlah isterimu mengenakan baju dalam di balik kain Qibtiyah itu.”
Dengan demikian kedua hadits ini merupakan petunjuk yang sangat jelas bahwasanya syara’ telah mensyaratkan apa yang harus ditutup, yaitu kain yang dapat menutupi kulit. Atas dasar inilah maka diwajibkan bagi wanita untuk menutupi auratnya dengan pakaian yang tidak tipis sedemikian sehingga tidak tergambar apa yang ada di baliknya.
4.2.2. Busana Muslimah Dalam Kehidupan Umum
Pembahasan poin di atas adalah topik mengenai penutupan aurat wanita dalam kehidupan khusus. Topik ini tidak dapat dicampuradukkan dengan pakaian wanita dalam kehidupan umum, dan tidak dapat pula dicampuradukkan dengan masalah tabarruj pada sebagian pakaian-pakaian wanita. Jadi, jika seorang wanita telah mengenakan pakaian yang menutupi aurat, tidak berarti lantas dia dibolehkan mengenakan pakaian itu dalam kehidupan umum, seperti di jalanan umum, atau di sekolah, pasar, kampus, kantor, dan sebagainya. Mengapa? Sebab untuk kehidupan umum terdapat pakaian tertentu yang telah ditetapkan oleh syara’. Jadi dalam kehidupan umum tidaklah cukup hanya dengan menutupi aurat, seperti misalnya celana panjang, atau baju potongan, yang sebenarnya tidak boleh dikenakan di jalanan umum meskipun dengan mengenakan itu sudah dapat menutupi aurat.
Seorang wanita yang mengenakan celana panjang atau baju potongan memang dapat menutupi aurat. Namun tidak berarti kemudian pakaian itu boleh dipakai di hadapan laki-laki yang bukan mahram, karena dengan pakaian itu ia telah menampakkan keindahan tubuhnya (tabarruj). Tabarruj adalah, menempakkan perhiasan dan keindahan tubuh bagi laki-laki asing/non-mahram (izh-haruz ziinah wal mahasin lil ajaanib) (An-Nabhani, 1990 : 104). Oleh karena itu walaupun ia telah menutupi auratnya, akan tetapi ia telah bertabarruj, sedangkan tabarruj dilarang oleh syara’.
Pakaian wanita dalam kehidupan umum ada 2 (dua), yaitu baju bawah yang disebut dengan jilbab, dan baju atas yaitu khimar (kerudung). Dengan dua pakaian inilah seorang wanita boleh berada dalam kehidupan umum, seperti di kampus, supermarket, jalanan umum, kebun binatang, atau di pasar-pasar.
Apakah pengertian jilbab? Dalam kitab Al Mu’jam Al Wasith karya Dr. Ibrahim Anis (Kairo : Darul Maarif) halaman 128, jilbab diartikan sebagai “Ats tsaubul musytamil ‘alal jasadi kullihi” (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau “Ma yulbasu fauqa ats tsiyab kal milhafah” (pakaian luar yang dikenakan di atas pakaian rumah, seperti milhafah (baju terusan), atau “Al Mula`ah tasytamilu biha al mar’ah” (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita).
Jadi jelaslah, bahwa yang diwajibkan atas wanita adalah mengenakan kain terusan (dari kepala sampai bawah) (Arab: milhafah/mula`ah) yang dikenakan sebagai pakaian luar (di bawahnya masih ada pakaian rumah, seperti daster, tidak langsung pakaian dalam) lalu diulurkan ke bawah hingga menutupi kedua kakinya.
Untuk baju atas, disyariatkan khimar, yaitu kerudung atau apa saja yang serupa dengannya yang berfungsi menutupi seluruh kepala, leher, dan lubang baju di dada. Pakaian jenis ini harus dikenakan jika hendak keluar menuju pasar-pasar atau berjalan melalui jalanan umum (An-Nabhani, 1990 : 4).
Apabila ia telah mengenakan kedua jenis pakaian ini (jilbab dan khimar) dibolehkan baginya keluar dari rumahnya menuju pasar atau berjalan melalui jalanan umum, yaitu menuju kehidupan umum. Akan tetapi jika ia tidak mengenakan kedua jenis pakaian ini maka dia tidak boleh keluar dalam keadaan apa pun, sebab perintah yang menyangkut kedua jenis pakaian ini datang dalam bentuk yang umum, dan tetap dalam keumumannya dalam seluruh keadaan, karena tidak ada dalil yang mengkhususkannya.
4.2.3. Kesalahan Fashion Muslimah Saat Ini
Banyak kasalahan fashion muslimah yang terjadi akibat masuknya fashion Barat akhir-akhir ini. Ini karena dominasi fashion Barat yang mengakibatkan Fashion muslimah yang original terkontaminasi. Lihat gambar berikut:
Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa kesalahan fashion pada gambar adalah:
1. Kerudung tidak menutupi dada
2. Lengan baju tidak panjang
3. Atasan dan bawahan terlalu ketat
4. Tidak memakai alas kaki
Pada intinya semua pakaian di atas haruslah dapat menutupi aurat wanita muslimah yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan Hadist. Apabila tidak sesuai dengan ketentuan maka bukan termasuk ciri khas pakaian muslimah.
4.3. Bagaimana Islam Menyikapi Kondisi Masuknya Fashion Barat Yang Mempengaruhi Fashion Remaja Muslimah
Banyak kesalahpahaman terhadap Islam di tengah masyarakat seiring dengan perkembangan fashion yang saat ini didominasi oleh fashion Barat. Misalnya saja jilbab. Tak sedikit orang menyangka bahwa yang dimaksud dengan jilbab adalah kerudung. Padahal tidak demikian. Jilbab bukan kerudung. Kerudung dalam al-Qur’an surah An-Nuur : 31 disebut dengan istilah khimar (jamaknya: khumur), bukan jilbab. Adapun jilbab yang terdapat dalam surah al-Ahzab: 59, sebenarnya adalah baju longgar yang menutupi seluruh tubuh perempuan dari atas sampai bawah.
Kesalahpahaman lain yang sering dijumpai adalah anggapan bahwa busana muslimah itu yang penting sudah menutup aurat, sedang mode baju apakah terusan atau potongan, atau memakai celana panjang, dianggap bukan masalah. Dianggap, model potongan atau bercelana panjang jeans oke-oke saja, yang penting sudah menutup aurat. Kalau sudah menutup aurat, dianggap sudah berbusana muslimah secara sempurna. Padahal tidak begitu. Islam telah menetapkan syarat-syarat bagi busana muslimah dalam kehidupan umum, seperti yang ditunjukkan oleh nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah. Menutup aurat itu hanya salah satu syarat, bukan satu-satunya syarat busana dalam kehidupan umum. Syarat lainnya misalnya busana muslimah tidak boleh menggunakan bahan tekstil yang transparan atau mencetak lekuk tubuh perempuan. Dengan demikian, walaupun menutup aurat tapi kalau mencetak tubuh alias ketat —atau menggunakan bahan tekstil yang transparan— tetap belum dianggap busana muslimah yang sempurna.
Karena itu, kesalahpahaman semacam itu perlu diluruskan, agar kita dapat kembali kepada ajaran Islam secara murni serta bebas dari pengaruh lingkungan, pergaulan, atau adat-istiadat rusak di tengah masyarakat sekuler sekarang. Memang, jika kita konsisten dengan Islam, terkadang terasa amat berat. Misalnya saja memakai jilbab (dalam arti yang sesungguhnya). Di tengah maraknya berbagai mode busana wanita yang diiklankan trendi dan up to date, jilbab secara kontras jelas akan kelihatan ortodoks, kaku, dan kurang trendi. Padahal, busana jilbab itulah pakaian yang benar bagi muslimah.
Di sinilah kaum muslimah diuji. Diuji imannya, diuji taqwanya. Di sini dia harus memilih, apakah dia akan tetap teguh mentaati ketentuan Allah dan Rasul-Nya, seraya menanggung perasaan berat hati namun berada dalam keridhaan Allah, atau rela terseret oleh bujukan hawa nafsu atau rayuan syaitan terlaknat untuk mengenakan mode-mode liar yang dipropagandakan kaum kafir dengan tujuan agar kaum muslimah terjerumus ke dalam limbah dosa dan kesesatan.
Berkaitan dengan itu, Nabi Saw pernah bersabda bahwa akan tiba suatu masa di mana Islam akan menjadi sesuatu yang asing —termasuk busana jilbab— sebagaimana awal kedatangan Islam. Dalam keadaan seperti itu, kita tidak boleh larut. Harus tetap bersabar, dan memegang Islam dengan teguh, walaupun berat seperti memegang bara api. Dan insyaAllah, dalam kondisi yang rusak dan bejat seperti ini, mereka yang tetap taat akan mendapat pahala yang berlipat ganda. Bahkan dengan pahala lima puluh kali lipat daripada pahala para sahabat. Sabda Nabi Saw:
Islam bermula dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali menjadi sesuatu yang asing. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing itu.” (HR. Muslim).
“Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari yang memerlukan kesabaran. Kesabaran pada masa-masa itu bagaikan memegang bara api. Bagi orang yang mengerjakan suatu amalan pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh orang yang mengerjakan semisal amalan itu. Ada yang berkata, “Hai Rasululah, apakah itu pahala lima puluh di antara mereka?” Rasululah Saw menjawab, “Bahkan lima puluh orang di antara kalian (para sahabat).” (HR. Abu Dawud, dengan sanad hasan)

BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Telah disebutkan dalam Al-Quran mengenai kewajiban seorang muslim untuk menutup aurat, yakni QS. An-Nuur ayat 31:
وقل للمؤمنت يغضضن من ابصارهن ويحفظن فروجهن ولا يبدين زينتهن الا ما ظهر منها وليضربن بخمرهن علي جيوبهن
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya,….” (QS. An-Nuur: 31)
Batasan aurat bagi seorang muslimah menurut Syekh Salim Al-Hudrani, aurat dibagi menjadi empat, yaitu:
1. Aurat perempuan yang merdeka atau amak (budak) ketika berada dengan mahramnya adalah antara lutut dan pusar
2. Aurat perempuan merdeka dan amak (budak) ketika bersama laki-laki yang bukan muhrim adalah semua badan (diluar shalat)
3. Perempuan amak (budak) yang merdeka, auratnya adalah seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan wajah
4. Laki-laki didalam dan diluar shalat serta budak-budak wanita (amak), auratnya adalah antara pusar dan lutut
Aturan pakaian seorang muslimah sesuai dengan standar Islam adalah sebagai berikut:
1. Lengan baju panjang sampai ke pergelangan tangan
2. Pakaian panjang sampai ke bukulali dan longgar
3. Memakai sarung kaki
4. Kerudung menutup dada dan tidak transparan. Ada 5 perkara yang bisa dijadikan acuan dalam menggunakan jilbab, yaitu:
1. Pada prinsipnya jilbab itu harus menutupi bagian dada (keseluruhan)
2. Modelnya tidak membentuk tubuh (ketat)
3. Tidak terbuat dari bahan yang tipis
4. Tidak menyerupai laki-laki
5. Bentuknya sederhana dan tidak mengundang perhatian (mencolok/norak)
5. Sepatu tinggi dan tidak berbunyi
Pakaian seorang muslimah harus didasarkan pada aturan auratnya. Kita boleh mengikuti tren mode Barat saat ini tetapi harus tetap berpegang pada rambu-rambu agama Islam. Islam tidak pernah melarang kita untuk mengikuti perkembangan zaman, yang saat ini didominasi perkembangan Barat. Jadi kita bisa memanfaatkan hal ini dengan tetap mempertahankan sisi keislaman kita. Namun perkembangan ini malah dimanfaatkan oleh para desainer untuk mengambil keuntungan. Akibatnya, para remaja yang menjadi sasaran dampak perkembangan fashion Barat ini.


5.2. Saran
1. Perlu adanya pembatasan masuknya perkembangan tren fashion Barat ke Indonesia agar para remaja tidak semakin terbuai dalam dunia fashion yang semakin menggila.
2. Islam harus menambah wawasan umatnya dalam segi berpakaian yang sesuai dengan aturan dalam Al-Quran.
3. Negara Indonesia harus bisa menciptakan tren fashion sendiri yang sesuai aturan sehingga para remaja tidak memandang tren fashion negara lain.
4. Para remaja sebagai generasi penerus bangsa harus membatasi perilaku-perilaku yang menyimpang agar tidak dicontoh oleh generasi selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. 2001. Jilbab Wanita Muslimah Menurut Al-Qur`an dan As Sunnah (Jilbab Al-Mar`ah Al-Muslimah fi Al-Kitab wa As-Sunnah). Cetakan ke-6. Solo : At-Tibyan.
Al-Baghdadi, Abdurrahman. 1998. Emansipasi Adakah dalam Islam Suatu Tinjauan Syariat Islam Tentang Kehidupan Wanita. Cetakan ke-10. Jakarta : Gema Insani Press.
Al-Ghaffar, Abdur Rasul Hasan. 1984. Wanita Islam dan Gaya Hidup Modern. Bandung: Pustaka Hidayah.
Ambarwati, K.R. & M. Al-Khaththath. 2003. Jilbab Antara Trend dan Kewajiban. Cetakan Ke-1. Jakarta : Wahyu Press.
Asy-Syanawi, Abdul Aziz. 1992. Wanita-Wanita Asuhan Rasulullah. Bandung: Al-Bayan Mizan
Ath-Thayyibiy, Achmad Junaidi. 2003. Tata Kehidupan Wanita dalam Syariat Islam. Cetakan ke-1. Jakarta : Wahyu Press.
Imran, Muhammad. 1996. Ideal Woman In Islam. Delhi: Markazi maktaba Islami.
Juneman. 2010. Psychology of Fashion, Fenomena Perempuan (melepas) Jilbab. Jakarta: Pustaka Setia
Muthahhari, Murtadha. 1995. Hak-hak Wanita Dalam Islam. Bandung: Pustaka.
Qonita, Arina. 2001. Jilbab dan Hijab. Cetakan ke-1. Jakarta : Bina Mitra Press.
Siddik, Yasmin. 2007. Tampil Gaya dengan Jilbab. Kawan Pustaka.
Syukur rahmatullah, Azam. 2005. Kala Cinta Mulai Menyapa : menyibak sisi hitam jilbab gaul, gaya hidup, pacaran, dan seks bebas bagi remaja Islam. Jakarta: Diva Press
Taimiyyah, Ibnu. 2000. Hijab dan Pakaian Wanita Muslimah dalam Sholat (Hijab Al-Mar`ah wa Libasuha fi Ash-Shalah). Cetakan ke-2. Solo : At-Tibyan.
www.google.com. 10 April 2008. Jurnal Kebudayaan Srintil. Jakarta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar