KAJIAN HUKUM ISLAM TERHADAP GAYA FASHION REMAJA MUSLIMAH
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Problematika
paling penting yang menghadang kita dewasa ini adalah problema wanita muslimah,
khususnya yang duduk di perguruan tinggi. Menurunnya standar moralitas mereka
serta pemecahan-pemecahan yang benar yang harus dijaga pada setiap saat dan di
setiap tempat. Semua ini terjadi seiring era globalisasi yang meningkat.
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi harus diimbangi dengan
perkembangan iman dan taqwa. Terlebih bagi seorang muslimah yang sering menjadi
sorotan dari segala aspek yang ada padanya. Ukuran seorang remaja masih amat
labil sehingga mudah terpengaruh terhadap segala perubahan harus lebih intens
diperhatikan. Mereka sering mencari sesuatu yang baru yang menurut mereka layak
untuk diterapkan.
Gaya
fashion remaja sekarang ini semakin beragam seiring masuknya budaya Barat ke
Indonesia. Segala jenis pakaian di dominasi dari sana. Bahkan kerudung yang
menjadi ciri khas seorang muslimah kini menjadi tren baru di dunia fashion. Fashion pada
dasarnya adalah suatu antusiasme yang singkat terhadap sesuatu, semisal pada
gaya berpakaian. Gejolak tersebut datang dan pergi secara cepat dengan kekuatan
yang tinggi, hal ini terjadi pada suatu fatamorgana kehidupan yang tidak
ubahnya seperti musim dengan waktu yang bergulir secara singkat. Fashion pun
merepresentasikan kecenderungan perilaku manusia yang berlaku sangat singkat.
Dalam tatanan masyarakat modern, fashion merupakan suatu industri yang memutar
faktor manusia dan modal yang kemudian menjadikannya sebagai suatu kebutuhan
industri, sehingga terbentuklah pola-pola yang berkaitan erat dengan
perkembangan mode atau fashion. “Fashion hanya mempengaruhi kelas atas, dan
merupakan sesuatu yang hanya untuk kelas atas. Kelas bawah hanya meniru gaya
kelas atas, mengambil gaya dan bentuk sesegera dan sebisa mungkin” (Teori
Simmel-teori menetes kebawah).
Banyak
tulisan-tulisan yang membicarakan persoalan muslimah, tapi sayangnya hanya
terfokus pada hal-hal yang umum saja, yang selanjutnya tidak bisa menjadi acuan
muslimah lain untuk dijadikan sudut pandang mereka. Anehnya orang yang membaca
tulisan tersebut, khususnya yang terbaratkan, lebih banyak berbicara dan lebih
susah diajak maju di zaman keemasan kita ini. Ada hal lain yang harus kita
pertanyakan saat ini: apa yang telah dipersembahkan oleh peradaban Barat selama
ini terhadap kaum remaja kita? Dan apakah Barat memandang wanita setinggi
pandangan yang dipersembahkan oleh Islam? Barat tidak bisa dijadikan pandangan
untuk kita sebagai seorang muslimah karena kondisinya yang berbeda. Disana
mayoritas penduduknya non-muslim, sedangkan negara kita mayoritas beragama
Islam. Jika kondisi ini dipadukan, maka aturan original Islam akan
tercampuradukan. Boleh kita memandang kemajuan zaman Barat, tetapi jangan
sampai merusak akidah dan moralitas Islam.
Dari
permasalahan di atas, ingin penulis menyajikan tulisan yang lebih khusus
membahas tentang remaja muslimah kita. Pada kesempatan kali ini penulis ingin
menfokuskan pada permasalahan gaya fashion remaja muslimah di era zaman yang
global ini. Sebab semakin berkembangnya zaman semakin berkembang pula
perkembangan fashion Barat di negara ini, yang lama-lama mengontaminasi fashion
remaja kita. Untuk itu perlu dikaji lebih dalam lagi bagaimana tinjauan hukum
islam terhadap permasalahan ini.
1.2. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, dirumuskan permasalahan-permasalahan yang akan dibahas
dalam tulisan ini, antara lain:
1. Sejauh mana
Islam membatasi gaya fashion remaja muslimah sesuai dengan aturan auratnya?
2. Apa pengaruh
perkembangan fashion Barat terhadap kondisi fashion remaja muslimah modern saat
ini?
3. Bagaimana
Islam menyikapi kondisi masuknya fashion Barat yang mempengaruhi fashion remaja
muslimah?
1.3. Tujuan
penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin
diperoleh dalam tulisan ini,
antara lain:
1. Untuk
mengetahui sejauh mana Islam membatasi gaya fashion remaja muslimah yang sesuai
dengan auratnya
2. Untuk
mendeskripsikan pengaruh perkembangan fashion Barat terhadap fashion remaja muslimah
modern saat ini
3. Untuk menganalisis
bagaimana Islam menyikapi kondisi masuknya fashion Barat yang mempengaruhi
fashion remaja muslimah
1.4. Manfaat
Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah dan tujuan di atas, manfaat yang dapat diambil dari tulisan
ini, antara lain:
1. Dapat
mengetahui sejauh mana Islam membatasi gaya fashion remaja muslimah
2. Dapat
mendeskripsikan pengaruh perkembangan fashion Barat terhadap fashion remaja muslimah
modern saat ini
3. Dapat
menganalisis bagaimana Islam menyikapi kondisi masuknya fashion Barat yang mempengaruhi
fashion remaja muslimah
BAB
II
KAJIAN
TEORI
2.1. Pengertian
Hukum Islam
Islam
adalah agama yang Rahmatal Lil’alamin. Itu adalah acuan penting kita
sebagai bagian dari seorang muslim. Islam mengatur segala kehidupan makhluk
yang ada di dunia ini. Dia menciptakan makhluknya dilengkapi dengan
aturan-aturan yang harus ditaati. Segala aturan itu telah Dia tetapkan dalam
kitab-Nya, yakni Al-quran. Yang kemudian dirumuskan oleh Nabi dan para
sahabatnya menjadi suatu bentuk aturan yang mudah difahami oleh umat Islam. Dan
segala aturan itu disebut dengan hukum Islam.
Hukum
Islam adalah hukum yang mengatur segala sendi kehidupan dalam Islam. (Abdul
Wahab Khallaf:78). Hukum Islam menjadi dasar kita dalam melaksanakan segala
tindakan di dunia ini. Karena kita hidup harus didasari oleh aturan. Hukum
Islam mencakup persoalan fiqih, aqidah, dan aturan yang lainnya. Dengan hukum
Islam ini pula kita dapat melihat mana yang baik dan buruk, yang benar dan
salah, serta yang hak dan bathil. Bahkan aturan tentang kehidupan duniawi juga
diterapkan, termasuk persoalan wanita. Tapi hukum tidak bisa dipatok
kebenarannya karena hukum selalu berubah seiring perubahan zaman dan tempat.
Begitu pula aturan berpakaian seorang wanita. Kondisi tersebut dapat
berubah-ubah.
2.2. Perkembangan
Fashion Barat
Aspek
fashion sudah merasuk dalam kehidupan sehari-hari pada diri setiap individu.
Fashion juga mempengaruhi mulai dari apa yang kita konsumsi untuk makan, apa
yang kita pakai, bagaimana kita untuk hidup,
dan bagaimana kita memandang fashion itu sendiri. Fashion juga sangat
berpengaruh besar terhadap pasar dunia perdangangan untuk terus berkembang,
bagi para produsen bisa untuk terus berproduksi, dan bagi para pelaku pasar
juga bisa untuk terus menjual sedangkan bagi konsumen juga bisa untuk
mengkonsumsinya. Cara berpakaian yang dilakukan oleh setiap individu yang
mengikuti fashion –sekarang ini didominasi perkembangan fashion Barat- merupakan
bentuk dari kepribadian dan idealisme diri kita sendiri. Suatu pribadi yang membentuk identitas diri
yang cenderung dalam kelompok kemudian dapat disebut dengan seseorang yang
fashionable yaitu alias modern yang selalu mengikuti mode, meskipun mode
tersebut sudah banyak berubah dari aturan. Fashion sendiri bukan merupakan hal
yang baru karena fashion mampu merambah seluruh masyarakat baik dari kalangan
atas, menengah sampai kalangan bawah.
Menurut
Troxell dan Stone dalam bukunya yang berjudul “Fashion Marchandising” yang menyebutkan fashion adalah gaya yang
diterima dan digunakan oleh mayoritas anggota sebuah kelompok dalam satu waktu
tertentu. Fashion sangat erat kaitannya dengan gaya yang digemari, kepribadian
dari setiap individu itu sendiri, serta rentang waktu yang tidak menentu.
Sedangkan fashion menurut Solomon dalam bukunya yang berjudul “Customer Behavior : Erupeon Prespective”
bahwa fashion diartikan sebagai proses penyebaran sosial dimana sebuah gaya
baru yang diadopsi atau ditiru oleh kelompok konsumen tertentu. Fashion juga
didefiniskan oleh Levy Michael dan Barton (2004:139) “fashion
is a type of product or away of behavioring that is temporarily adopted
by a large number of consumer because the product or behavior is considered to
be socially appropriate for the time and place,” yang dapat diambil
pengertian bahwa fashion merupakan sebuah tipe
produk atau sejauh mana perilaku yang secara sementara waktu digunakan oleh
sejumlah besar konsumen karena produk atau perilaku dinilai oleh masyararakat
layak/pantas pada tempat pada waktu dan tempat tertentu.
Perkembangan fashion yang semakin merebak
dikalangan remaja membawa dampak yang begitu berarti bagitu berarti bagi para
remaja dalam memaknai fashion jilbab yang sedang marak terjadi. Fashion sendiri
dapat dikategorikan berdasarkan dari kelompok mana fashion itu dipandang oleh
setiap individu yang pada dasarnya fashion terjadi pada kalangan atas yang mana
fashion berawal terjadi dari kalangan atas atau yang sering disebut dengan
kalangan elit yang selalu respect, up to date dan tanggap untuk pertama kali
mengadaptasi perubahan fashion yang kemudian merambah menuju kalangan menengah
dan kalangan bawah. Dari pandangan ini teori yang sesuai dipergunakan adalah
teori menetes kebawah yang menyatakan bahwa “Fashion hanya
mempengaruhi kelas atas, dan merupakan sesuatu yang hanya untuk kelas atas.
Kelas bawah hanya meniru gaya kelas atas, mengambil gaya dan bentuk sesegera
dan sebisa mungkin”
2.3. Remaja
Muslimah
Remaja
dalam bahasa Latin adalah “adolescence”, yang artinya “tumbuh
atau tumbuh untuk mencapai kematangan atau kedewasaan”. Istilah adolescence
sesungguhnya mempunyai arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional,
social, dan fisik (Hurlock, 1991). Pandangan ini didukung oleh Piaget (Hurlock,
1991) yang mangatakan bahwa secara psikologis remaja adalah suatu usia dimana
individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana
anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua
melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. Memasuki masyarakat dewasa
ini mengandung banyak aspek afektif, lebih atau kurang dari usia pubertas. Seperti yang
dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan
dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh
status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak.
Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004:
53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang
mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa. Maka
seringkali remaja dikenal dengan frase “mencari jati diri” atau fase “topan
badai” yaitu siapa sesungguhnya dirinya itu. Remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara
maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. Namun fase remaja merupakan fase
perkembangan yang berada pada masa amat potensial, baik dilihat dari aspek
kognitif, emosi maupun fisik (Monks dkk; 1989). Dari beberapa definisi diatas
dapat disimpulkan bahwa remaja termasuk dalam kategori usia 12 tahun sampai 22
tahun, berada pada masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang
mengalami fase perkembangan menuju kematangan secara mental, emosi, fisik, dan
sosial.
Masa
remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai
fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan
nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para
remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah
populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik,
kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima
hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka
selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan
pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara
kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya
dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya.
Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari
yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada
banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain.
Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia
terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.
Dan
remaja yang dibahas disini adalah sosok remaja muslimah. Yang segala sesuatu
tindakannya disoroti oleh Islam. Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral
reasoning) pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya
kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan
kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan
dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullâh
memfatwakan: “Aurat wanita di hadapan sesama wanita tidaklah berbeda karena
perbedaan agama. Sehingga aurat wanita dengan wanita muslimah sama dengan aurat
wanita kafirah,
dan aurat dengan wanita yang ‘afîfah (menjaga kehormatan diri)
sama dengan aurat wanita fajirah. Kecuali bila di sana ada
sebab lain yang mengharuskan untuk lebih menjaga diri. Akan tetapi wajib kita
ketahui bahwa aurat itu bukan diukur dari pakaian, karena yang namanya pakaian
itu harus menutupi tubuh. Walaupun aurat wanita dengan sesama wanita adalah
antara pusar dan lutut, akan tetapi pakaian itu satu perkara sedangkan aurat
perkara lain. Seandainya ada seorang wanita mengenakan pakain yang menutup
tubuhnya dengan baik/rapi kemudian tampak dadanya atau kedua buah dadanya
karena satu dan lain hal di hadapan wanita lain, sementara dia telah mengenakan
pakaian yang menutupi tubuhnya dengan baik, maka hal ini tidak apa-apa. Adapun
bila ia mengenakan pakaian pendek yang hanya menutupi pusar sampai ke lututnya
dengan alasan aurat wanita dengan sesama wanita adalah dari pusar ke lutut maka
hal ini tidak boleh, dan aku tidak yakin ada orang yang berpandangan demikian.” Aurat wanita adalah seluruh anggota tubuhnya
kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Lehernya adalah aurat, rambutnya juga
aurat bagi orang yang bukan mahram, meskipun cuma selembar. Seluruh tubuh
kecuali wajah dan dua telapak tangan adalah aurat yang wajib ditutup.
Jadi sangat jelas bahwasannya seorang wanita oleh Islam sangat
dilindungi dan disanjung tinggi martabatnya, baik dari segi aurat maupun
perlakuan kepadanya, karena itu semua adalah wujud kecintaan dan kasihsayang.
Di dalam Al-Qur`an surat Al-Ahzab ayat
59, Allah SWT telah berfirman tentang hal ini:
يايها النبي قل لازواجك وبنتك ونساءالمؤمنين
يدنين عليهن من جلابيبهن ذلك ادني ان يعرفن فلا يؤذين وكان الله غفورا رحيما
“Hai nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”(Al-Ahzab:59)
BAB
III
METODE
PENULISAN
3.1. Analisis sosial
Analisis social merupakan usaha untuk menganalisis
suatu keadaan atau masalah social secara objektif. Objek analisis yang dibahas
dalam tulisan ini adalah fashion remaja muslimah saat ini yang banyak
dipengaruhi fashion Barat. Disini
penulis melihat kondisi realita di masyarakat. Tidak bisa munafik bahwa remaja
muslimah saat ini berbeda dengan remaja-remaja di masa Rasulullah dan sahabat
atau beberapa tahun silam. Saat ini pergaulan mereka semakin berkembang, dari
tingkah laku maupun gaya berpakaian mereka. Semua itu terjadi seiring
perkembangan fashion yang semakin meningkat. Kondisi ini tidak bisa dihalang-halangi
karena sudah menjadi tren baru yang sulit dihilangkan.
Dengan analisis
sosial ini, kita dapat mengetahui fenomena realita yang terjadi saat ini pada
dunia fashion remaja muslimah. Dengan begitu
judul dalam tulisan “Tinjauan Hukum Islam Tentang Pengaruh Fashion Barat
Terhadap Fashion Remaja Muslimah” dapat dianalisis sesuai apa yang ada di
masyarakat.
3.2. Metode
pustaka
Buku adalah jendela ilmu. Dengan buku kita bisa
menguasai dunia karena dunia mengandung banyak ilmu yang harus kita fahami
dengan membaca. Selain dengan
metode analisis sosial di atas, perlu juga adanya metode pustaka untuk
menyelesaikan tulisan ini. Banyak penulis yang menulis buku tentang kondisi
ini. Sehingga dapat dijadikan sebagai rujukan dalam penyelesaian tulisan ini.
Kajian pustaka ini dapat menambah wawasan baru bagi penulis bagaimana penulis
lain memandang permasalahan ini sehingga menjadi sebuah pendapat yang dapat
dibandingkan atau diperbincangkan. Semakin banyaknya buku yang dijadikan rujukan,
semakin banyak pula literatur yang dapat menambah karya tulis ini lebih
diterima dimasyarakat.
BAB
IV
PEMBAHASAN
4.1. Islam
Membatasi Fashion Remaja Muslimah Sesuai dengan Batasan Auratnya
وقل للمؤمنت يغضضن من ابصارهن ويحفظن فروجهن ولا
يبدين زينتهن الا ما ظهر منها وليضربن بخمرهن علي جيوبهن
“Katakanlah kepada wanita yang beriman:
“Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya,….” (QS. An-Nuur: 31)
Yang dimaksud “wa laa
yubdiina ziinatahunna” (janganlah mereka menampakkan perhiasannya), adalah
“wa laa yubdiina mahalla ziinatahinna” (janganlah mereka menampakkan
tempat-tempat (anggota tubuh) yang di situ dikenakan perhiasan) (Lihat Abu
Bakar Al-Jashshash, Ahkamul Qur’an, juz III, hal. 316). Selanjutnya,
“illa maa zhahara minha” (kecuali yang (biasa) nampak dari padanya).
Jadi ada anggota tubuh yang boleh ditampakkan. Anggota tubuh tersebut, adalah
wajah dan dua telapak tangan. Demikianlah pendapat sebagian shahabat, seperti
‘Aisyah, Ibnu Abbas, dan Ibnu Umar (Al-Albani, 2001 : 66). Ibnu Jarir
Ath-Thabari (w. 310 H) berkata dalam kitab tafsirnya Jami’ Al-Bayan fi Tafsir
Al-Qur’an, juz XVIII, hal. 84, mengenai apa yang dimaksud dengan “kecuali yang
(biasa) nampak dari padanya” (illaa maa zhahara minha): “Pendapat yang paling
mendekati kebenaran adalah yang mengatakan, ‘Yang dimaksudkan adalah wajah dan
dua telapak tangan’.” Pendapat yang sama juga dinyatakan Imam Al-Qurthubi dalam
kitab tafsirnya Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, juz XII, hal. 229 (Al-Albani, 2001
: 50 & 57).
Jadi, yang dimaksud dengan apa yang nampak dari
padanya adalah wajah dan dua telapak tangan. Sebab kedua anggota tubuh inilah
yang biasa nampak dari kalangan muslimah di hadapan Nabi Saw sedangkan beliau
mendiamkannya. Kedua anggota tubuh ini pula yang nampak dalam ibadah-ibadah seperti
haji dan shalat. Kedua anggota tubuh ini biasa terlihat di masa Rasulullah Saw,
yaitu di masa masih turunnya ayat al-Qur’an (An-Nabhani, 1990 : 45). Di samping
itu terdapat alasan lain yang menunjukkan bahwasanya seluruh tubuh wanita
adalah aurat kecuali wajah dan dua telapak tangan karena sabda Rasulullah Saw
kepada Asma’ binti Abu Bakar:
“Wahai Asma’ sesungguhnya
seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) maka tidak boleh baginya
menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, seraya menunjukkan wajah dan telapak
tangannya.” (HR. Abu Dawud)
Inilah dalil-dalil yang
menunjukkan dengan jelas bahwasanya seluruh tubuh wanita itu adalah aurat,
kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Maka diwajibkan atas wanita untuk
menutupi auratnya, yaitu menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak
tangannya.
Islam adalah sebuah ajaran yang Rahmatan lil
alamin (Rahmat bagi sekalian alam) karena memandang seorang anak manusia
adalah mulia dan mempunyai hak serta kewajiban yang sesuai dengan kodratnya
masing-masing. Khususnya kaum wanita, mereka dalam hal ini sangat dilindungi
dan dimuliakan sebagai usaha untuk menciptakan kehidupan yang aman dan
sejahtera. Selain daripada itu sebagai seorang wanita maka seperti pada ayat
diatas maka jelas sekali bahwasannya ia juga harus melindungi martabat dan
kesuciannya dari beberapa hal yang kelak bisa merusaknya. Ada tiga hal pokok
yang dapat digarisbawahi bagi seorang wanita dalam berprilaku, yaitu:
1. Menundukkan pandangan
2. Menjaga kemaluan, dan
3. Selalu menutup aurat.
Perlu diketahui bahwa seluruh bagian tubuh dari seorang wanita
adalah perhiasan, oleh karena itulah ia harus selalu dijaga dan ditutupi
kecuali sebagian lain yang tampak. Sebagian itu adalah muka dan telapak tangan.
Menurut Syekh Salim Al-Hudrani, aurat dibagi menjadi empat, yaitu:
1. Aurat perempuan yang merdeka atau amak
(budak) ketika berada dengan mahramnya adalah antara lutut dan pusar
2. Aurat perempuan merdeka dan amak (budak)
ketika bersama laki-laki yang bukan muhrim adalah semua badan (diluar shalat)
3. Perempuan amak (budak) yang merdeka,
auratnya adalah seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan wajah
4. Laki-laki didalam dan diluar shalat serta
budak-budak wanita (amak), auratnya adalah antara pusar dan lutut
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullâh
memfatwakan: “Aurat wanita di hadapan sesama wanita tidaklah berbeda karena
perbedaan agama. Sehingga aurat wanita dengan wanita muslimah sama dengan aurat
wanita kafirah,
dan aurat dengan wanita yang ‘afîfah (menjaga kehormatan diri)
sama dengan aurat wanita fajirah. Kecuali bila di sana ada
sebab lain yang mengharuskan untuk lebih menjaga diri. Akan tetapi wajib kita
ketahui bahwa aurat itu bukan diukur dari pakaian, karena yang namanya pakaian
itu harus menutupi tubuh. Walaupun aurat wanita dengan sesama wanita adalah
antara pusar dan lutut, akan tetapi pakaian itu satu perkara sedangkan aurat
perkara lain. Seandainya ada seorang wanita mengenakan pakain yang menutup
tubuhnya dengan baik/rapi kemudian tampak dadanya atau kedua buah dadanya
karena satu dan lain hal di hadapan wanita lain, sementara dia telah mengenakan
pakaian yang menutupi tubuhnya dengan baik, maka hal ini tidak apa-apa. Adapun
bila ia mengenakan pakaian pendek yang hanya menutupi pusar sampai ke lututnya
dengan alasan aurat wanita dengan sesama wanita adalah dari pusar ke lutut maka
hal ini tidak boleh, dan aku tidak yakin ada orang yang berpandangan demikian.” Aurat wanita adalah seluruh anggota tubuhnya
kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Lehernya adalah aurat, rambutnya juga
aurat bagi orang yang bukan mahram, meskipun cuma selembar. Seluruh tubuh
kecuali wajah dan dua telapak tangan adalah aurat yang wajib ditutup.
Jadi sangat jelas bahwasannya seorang wanita oleh Islam sangat
dilindungi dan disanjung tinggi martabatnya, baik dari segi aurat maupun
perlakuan kepadanya, karena itu semua adalah wujud kecintaan dan kasihsayang.
Di dalam Al-Qur`an surat Al-Ahzab ayat
59, Allah SWT telah berfirman tentang hal ini:
يايها النبي قل لازواجك وبنتك ونساءالمؤمنين
يدنين عليهن من جلابيبهن ذلك ادني ان يعرفن فلا يؤذين وكان الله غفورا رحيما
“Hai nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”(Al-Ahzab:59)
Aturan tentang gaya berpakaian muslimah
haruslah dapat menutupi bagian aurat yang yang sudah ditetapkan oleh Islam,
seperti pada gambar barikut:
Dari gambar tersebut dapat diuraikan bahwa
pakaian muslimah adalah adalah:
1. Lengan baju panjang sampai ke pergelangan
tangan
2. Pakaian panjang sampai ke bukulali dan
longgar
3. Memakai sarung kaki
4. Kerudung menutup dada dan tidak transparan. Ada
5 perkara yang bisa dijadikan acuan dalam menggunakan jilbab, yaitu:
1. Pada prinsipnya jilbab itu harus menutupi
bagian dada (keseluruhan)
2. Modelnya tidak membentuk tubuh (ketat)
3. Tidak terbuat dari bahan yang tipis
4. Tidak menyerupai laki-laki
5. Bentuknya sederhana dan tidak mengundang
perhatian (mencolok/norak)
5. Sepatu tinggi dan tidak berbunyi
Adapun dalil bahwa jilbab merupakan pakaian dalam kehidupan umum,
adalah hadits yang diriwayatkan dari Ummu ‘Athiah r.a., bahwa dia berkata:
“Rasulullah
Saw memerintahkan kaum wanita agar keluar rumah menuju shalat Ied, maka Ummu
‘Athiyah berkata, ‘Salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab?’ Maka
Rasulullah Saw menjawab: 'Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya
kepadanya!’” (Muttafaqun ‘alaihi) (Al-Albani, 2001 : 82).
Berkaitan dengan hadits Ummu ‘Athiyah ini, Syaikh Anwar
Al-Kasymiri, dalam kitabnya Faidhul Bari, juz I, hal. 388, mengatakan:
“Dapatlah dimengerti dari hadits ini, bahwa jilbab itu dituntut manakala
seorang wanita keluar rumah, dan ia tidak boleh keluar (rumah) jika tidak
mengenakan jilbab.” (Al-Albani, 2001 : 93).
Dalil-dalil
di atas tadi menjelaskan adanya suatu petunjuk mengenai pakaian wanita dalam
kehidupan umum. Allah SWT telah menyebutkan sifat pakaian ini dalam dua ayat di
atas yang telah diwajibkan atas wanita agar dikenakan dalam kehidupan umum
dengan perincian yang lengkap dan menyeluruh. Kewajiban ini dipertegas lagi
dalam hadits dari Ummu ‘Athiah r.a. di atas, yakni kalau seorang wanita tak
punya jilbab —untuk keluar di lapangan sholat Ied (kehidupan umum)— maka dia
harus meminjam kepada saudaranya (sesama muslim). Kalau tidak wajib, niscaya
Nabi Saw tidak akan memerintahkan wanita mencari pinjaman jilbab. Untuk jilbab,
disyaratkan tidak boleh potongan, tetapi harus terulur sampai ke bawah sampai
menutup kedua kaki, sebab Allah SWT mengatakan: “yudniina ‘alaihinna min
jalabibihinna” (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka).
Dalam ayat tersebut terdapat kata “yudniina” yang artinya adalah
yurkhiina ila asfal (mengulurkan sampai ke bawah/kedua kaki). Penafsiran ini
—yaitu idnaa’ berarti irkhaa’ ila asfal— diperkuat dengan dengan hadits Ibnu
Umar bahwa dia berkata, Rasulullah Saw telah bersabda:
“Barang
siapa yang melabuhkan/menghela bajunya karena sombong, maka Allah tidak akan
melihatnya pada Hari Kiamat nanti.’ Lalu Ummu Salamah berkata,’Lalu apa yang
harus diperbuat wanita dengan ujung-ujung pakaian mereka (bi dzuyulihinna).”
Nabi Saw menjawab,’Hendaklah mereka mengulurkannya (yurkhiina) sejengkal
(syibran)’ (yakni dari separoh betis). Ummu Salamah menjawab, ‘Kalau begitu,
kaki-kaki mereka akan tersingkap.’ Lalu Nabi menjawab, ‘Hendaklah mereka
mengulurkannya sehasta (fa yurkhiina dzira`an) dan jangan mereka menambah lagi
dari itu.” (HR. At-Tirmidzi, juz III, hal. 47; hadits sahih) (Al-Albani, 2001 :
89).
Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bahwa pada masa Nabi Saw,
pakaian luar yang dikenakan wanita di atas pakaian rumah —yaitu jilbab— telah
diulurkan sampai ke bawah hingga menutupi kedua kaki. Berarti jilbab adalah terusan, bukan
potongan. Sebab kalau potongan, tidak bisa terulur sampai bawah. Atau dengan
kata lain, dengan pakaian potongan seorang wanita muslimah dianggap belum
melaksanakan perintah “(yudniina ‘alaihinna min jalaabibihina)” (Hendaklah
mereka mengulurkan jilbab-jilbabnya). Di samping itu kata min dalam ayat
tersebut bukan min lit tab’idh (yang menunjukkan arti sebagian) tapi merupakan
min lil bayan (menunjukkan penjelasan jenis). Jadi artinya bukanlah “Hendaklah
mereka mengulurkan sebagian jilbab-jilbab mereka” (sehingga boleh potongan),
melainkan Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka (sehingga jilbab
harus terusan) (An-Nabhani, 1990 : 45-51).
4.2. Pengaruh Perkembangan Fashion Barat
Terhadap Fashion Remaja Muslimah Saat Ini
4.2.1. Busana Muslimah Dalam Kehidupan Khusus
Adapun dengan apa seorang muslimah menutupi aurat tersebut, maka di
sini syara’ tidak menentukan bentuk/model pakaian tertentu untuk menutupi
aurat, akan tetapi membiarkan secara mutlak tanpa menentukannya dan cukup
dengan mencantumkan lafadz dalam firman-Nya (Qs. an-Nuur: 31) “wa laa yubdiina”
(Dan janganlah mereka menampakkan) atau sabda Nabi Saw “lam yashluh an yura
minha” (tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya) (HR. Abu Dawud). Jadi,
pakaian yang menutupi seluruh auratnya kecuali wajah dan telapak tangan
dianggap sudah menutupi, walau bagaimana pun bentuknya. Dengan mengenakan
daster atau kain yang panjang juga dapat menutupi, begitu pula celana panjang,
rok, dan kaos juga dapat menutupinya. Sebab bentuk dan jenis pakaian tidak
ditentukan oleh syara’.
Berdasarkan hal ini maka setiap bentuk dan jenis pakaian yang dapat
menutupi aurat, yaitu yang tidak menampakkan aurat dianggap sebagai penutup
bagi aurat secara syar’i, tanpa melihat lagi bentuk, jenis, maupun macamnya. Namun
demikian syara’ telah mensyaratkan dalam berpakaian agar pakaian yang dikenakan
dapat menutupi kulit. Jadi pakaian harus dapat menutupi kulit sehingga warna
kulitnya tidak diketahui. Jika tidak demikian, maka dianggap tidak menutupi
aurat. Oleh karena itu apabila kain penutup itu tipis/transparan sehingga
nampak warna kulitnya dan dapat diketahui apakah kulitnya berwarna merah atau
coklat, maka kain penutup seperti ini tidak boleh dijadikan penutup aurat. Mengenai
dalil bahwasanya syara’ telah mewajibkan menutupi kulit sehingga tidak
diketahui warnanya, adalah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah R.A. bahwasanya
Asma’ binti Abubakar telah masuk ke ruangan Nabi Saw dengan berpakaian tipis/transparan,
lalu Rasulullah Saw berpaling seraya bersabda:
“Wahai Asma` sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) tidak boleh baginya untuk menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini.” (HR. Abu Dawud).
“Wahai Asma` sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) tidak boleh baginya untuk menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini.” (HR. Abu Dawud).
Jadi Rasulullah Saw menganggap kain yang tipis itu tidak menutupi
aurat, malah dianggap menyingkapkan aurat. Oleh karena itu lalu Nabi Saw
berpaling seraya memerintahkannya menutupi auratnya, yaitu mengenakan pakaian
yang dapat menutupi. Dalil lainnya juga terdapat dalam hadits riwayat Usamah
bin Zaid, bahwasanya ia ditanyai oleh Nabi Saw tentang Qibtiyah (baju tipis)
yang telah diberikan Nabi Saw kepada Usamah. Lalu dijawab oleh Usamah
bahwasanya ia telah memberikan pakaian itu kepada isterinya, maka Rasulullah
Saw bersabda kepadanya:
“Suruhlah
isterimu mengenakan baju dalam di balik kain Qibtiyah itu, karena sesungguhnya
aku khawatir kalau-kalau nampak lekuk tubuhnya.” (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi,
dengan sanad hasan. Dikeluarkan oleh Adh-Dhiya’ dalam kitab Al-Ahadits
Al-Mukhtarah, juz I, hal. 441) (Al-Albani, 2001 : 135).
Qibtiyah adalah sehelai kain tipis. Oleh karena itu tatkala
Rasulullah Saw mengetahui bahwasanya Usamah memberikannya kepada isterinya,
beliau memerintahkan agar dipakai di bagian dalam kain supaya tidak kelihatan
warna kulitnya dilihat dari balik kain tipis itu, sehingga beliau bersabda:
“Suruhlah isterimu mengenakan baju dalam di balik kain Qibtiyah itu.”
Dengan
demikian kedua hadits ini merupakan petunjuk yang sangat jelas bahwasanya
syara’ telah mensyaratkan apa yang harus ditutup, yaitu kain yang dapat
menutupi kulit. Atas dasar inilah maka diwajibkan bagi wanita untuk menutupi
auratnya dengan pakaian yang tidak tipis sedemikian sehingga tidak tergambar
apa yang ada di baliknya.
4.2.2. Busana Muslimah Dalam Kehidupan Umum
Pembahasan poin di atas adalah topik mengenai penutupan aurat
wanita dalam kehidupan khusus. Topik ini tidak dapat dicampuradukkan dengan
pakaian wanita dalam kehidupan umum, dan tidak dapat pula dicampuradukkan
dengan masalah tabarruj pada sebagian pakaian-pakaian wanita. Jadi, jika
seorang wanita telah mengenakan pakaian yang menutupi aurat, tidak berarti
lantas dia dibolehkan mengenakan pakaian itu dalam kehidupan umum, seperti di
jalanan umum, atau di sekolah, pasar, kampus, kantor, dan sebagainya. Mengapa?
Sebab untuk kehidupan umum terdapat pakaian tertentu yang telah ditetapkan oleh
syara’. Jadi dalam kehidupan umum tidaklah cukup hanya dengan menutupi aurat,
seperti misalnya celana panjang, atau baju potongan, yang sebenarnya tidak
boleh dikenakan di jalanan umum meskipun dengan mengenakan itu sudah dapat
menutupi aurat.
Seorang wanita yang mengenakan celana panjang atau baju potongan
memang dapat menutupi aurat. Namun tidak berarti kemudian pakaian itu boleh
dipakai di hadapan laki-laki yang bukan mahram, karena dengan pakaian itu ia
telah menampakkan keindahan tubuhnya (tabarruj). Tabarruj adalah, menempakkan
perhiasan dan keindahan tubuh bagi laki-laki asing/non-mahram (izh-haruz ziinah
wal mahasin lil ajaanib) (An-Nabhani, 1990 : 104). Oleh karena itu walaupun ia
telah menutupi auratnya, akan tetapi ia telah bertabarruj, sedangkan tabarruj
dilarang oleh syara’.
Pakaian
wanita dalam kehidupan umum ada 2 (dua), yaitu baju bawah yang disebut dengan
jilbab, dan baju atas yaitu khimar (kerudung). Dengan dua pakaian inilah
seorang wanita boleh berada dalam kehidupan umum, seperti di kampus,
supermarket, jalanan umum, kebun binatang, atau di pasar-pasar.
Apakah pengertian jilbab? Dalam kitab Al Mu’jam Al Wasith karya Dr. Ibrahim Anis (Kairo : Darul Maarif) halaman 128, jilbab diartikan sebagai “Ats tsaubul musytamil ‘alal jasadi kullihi” (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau “Ma yulbasu fauqa ats tsiyab kal milhafah” (pakaian luar yang dikenakan di atas pakaian rumah, seperti milhafah (baju terusan), atau “Al Mula`ah tasytamilu biha al mar’ah” (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita).
Apakah pengertian jilbab? Dalam kitab Al Mu’jam Al Wasith karya Dr. Ibrahim Anis (Kairo : Darul Maarif) halaman 128, jilbab diartikan sebagai “Ats tsaubul musytamil ‘alal jasadi kullihi” (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau “Ma yulbasu fauqa ats tsiyab kal milhafah” (pakaian luar yang dikenakan di atas pakaian rumah, seperti milhafah (baju terusan), atau “Al Mula`ah tasytamilu biha al mar’ah” (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita).
Jadi
jelaslah, bahwa yang diwajibkan atas wanita adalah mengenakan kain terusan
(dari kepala sampai bawah) (Arab: milhafah/mula`ah) yang dikenakan sebagai
pakaian luar (di bawahnya masih ada pakaian rumah, seperti daster, tidak
langsung pakaian dalam) lalu diulurkan ke bawah hingga menutupi kedua kakinya.
Untuk baju atas, disyariatkan khimar, yaitu kerudung atau apa saja
yang serupa dengannya yang berfungsi menutupi seluruh kepala, leher, dan lubang
baju di dada. Pakaian jenis ini harus dikenakan jika hendak keluar menuju
pasar-pasar atau berjalan melalui jalanan umum (An-Nabhani, 1990 : 4).
Apabila
ia telah mengenakan kedua jenis pakaian ini (jilbab dan khimar) dibolehkan
baginya keluar dari rumahnya menuju pasar atau berjalan melalui jalanan umum,
yaitu menuju kehidupan umum. Akan tetapi jika ia tidak mengenakan kedua jenis
pakaian ini maka dia tidak boleh keluar dalam keadaan apa pun, sebab perintah
yang menyangkut kedua jenis pakaian ini datang dalam bentuk yang umum, dan
tetap dalam keumumannya dalam seluruh keadaan, karena tidak ada dalil yang
mengkhususkannya.
4.2.3. Kesalahan Fashion Muslimah Saat Ini
Banyak
kasalahan fashion muslimah yang terjadi akibat masuknya fashion Barat
akhir-akhir ini. Ini karena dominasi fashion Barat yang mengakibatkan Fashion
muslimah yang original terkontaminasi. Lihat gambar berikut:
Dari
gambar tersebut dapat diketahui bahwa kesalahan fashion pada gambar adalah:
1.
Kerudung tidak menutupi dada
2.
Lengan baju tidak panjang
3.
Atasan dan bawahan terlalu ketat
4.
Tidak memakai alas kaki
Pada
intinya semua pakaian di atas haruslah dapat menutupi aurat wanita muslimah
yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan Hadist. Apabila tidak sesuai dengan
ketentuan maka bukan termasuk ciri khas pakaian muslimah.
4.3. Bagaimana Islam Menyikapi Kondisi Masuknya
Fashion Barat Yang Mempengaruhi Fashion Remaja Muslimah
Banyak kesalahpahaman terhadap Islam di tengah masyarakat seiring
dengan perkembangan fashion yang saat ini didominasi oleh fashion Barat.
Misalnya saja jilbab. Tak sedikit orang menyangka bahwa yang dimaksud dengan
jilbab adalah kerudung. Padahal tidak demikian. Jilbab bukan kerudung. Kerudung
dalam al-Qur’an surah An-Nuur : 31 disebut dengan istilah khimar (jamaknya:
khumur), bukan jilbab. Adapun jilbab yang terdapat dalam surah al-Ahzab: 59,
sebenarnya adalah baju longgar yang menutupi seluruh tubuh perempuan dari atas
sampai bawah.
Kesalahpahaman lain yang sering dijumpai adalah anggapan bahwa
busana muslimah itu yang penting sudah menutup aurat, sedang mode baju apakah
terusan atau potongan, atau memakai celana panjang, dianggap bukan masalah.
Dianggap, model potongan atau bercelana panjang jeans oke-oke saja, yang
penting sudah menutup aurat. Kalau sudah menutup aurat, dianggap sudah
berbusana muslimah secara sempurna. Padahal tidak begitu. Islam telah
menetapkan syarat-syarat bagi busana muslimah dalam kehidupan umum, seperti
yang ditunjukkan oleh nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah. Menutup aurat itu
hanya salah satu syarat, bukan satu-satunya syarat busana dalam kehidupan umum.
Syarat lainnya misalnya busana muslimah tidak boleh menggunakan bahan tekstil
yang transparan atau mencetak lekuk tubuh perempuan. Dengan demikian, walaupun
menutup aurat tapi kalau mencetak tubuh alias ketat —atau menggunakan bahan
tekstil yang transparan— tetap belum dianggap busana muslimah yang sempurna.
Karena itu, kesalahpahaman semacam itu perlu diluruskan, agar kita
dapat kembali kepada ajaran Islam secara murni serta bebas dari pengaruh
lingkungan, pergaulan, atau adat-istiadat rusak di tengah masyarakat sekuler
sekarang. Memang, jika kita konsisten dengan Islam, terkadang terasa amat
berat. Misalnya saja memakai jilbab (dalam arti yang sesungguhnya). Di tengah
maraknya berbagai mode busana wanita yang diiklankan trendi dan up to date,
jilbab secara kontras jelas akan kelihatan ortodoks, kaku, dan kurang trendi.
Padahal, busana jilbab itulah pakaian yang benar bagi muslimah.
Di sinilah kaum muslimah diuji. Diuji imannya, diuji taqwanya. Di
sini dia harus memilih, apakah dia akan tetap teguh mentaati ketentuan Allah
dan Rasul-Nya, seraya menanggung perasaan berat hati namun berada dalam
keridhaan Allah, atau rela terseret oleh bujukan hawa nafsu atau rayuan syaitan
terlaknat untuk mengenakan mode-mode liar yang dipropagandakan kaum kafir
dengan tujuan agar kaum muslimah terjerumus ke dalam limbah dosa dan kesesatan.
Berkaitan
dengan itu, Nabi Saw pernah bersabda bahwa akan tiba suatu masa di mana Islam
akan menjadi sesuatu yang asing —termasuk busana jilbab— sebagaimana awal
kedatangan Islam. Dalam keadaan seperti itu, kita tidak boleh larut. Harus
tetap bersabar, dan memegang Islam dengan teguh, walaupun berat seperti
memegang bara api. Dan insyaAllah, dalam kondisi yang rusak dan bejat seperti
ini, mereka yang tetap taat akan mendapat pahala yang berlipat ganda. Bahkan
dengan pahala lima puluh kali lipat daripada pahala para sahabat. Sabda Nabi Saw:
“Islam
bermula dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali menjadi sesuatu yang asing.
Maka beruntunglah orang-orang yang terasing itu.” (HR. Muslim).
“Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari yang memerlukan
kesabaran. Kesabaran pada masa-masa itu bagaikan memegang bara api. Bagi orang
yang mengerjakan suatu amalan pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh
orang yang mengerjakan semisal amalan itu. Ada yang berkata, “Hai Rasululah,
apakah itu pahala lima puluh di antara mereka?” Rasululah Saw menjawab, “Bahkan
lima puluh orang di antara kalian (para sahabat).” (HR. Abu
Dawud, dengan sanad hasan)
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Telah disebutkan dalam Al-Quran mengenai kewajiban seorang muslim
untuk menutup aurat, yakni QS. An-Nuur ayat 31:
وقل للمؤمنت يغضضن من ابصارهن ويحفظن فروجهن ولا
يبدين زينتهن الا ما ظهر منها وليضربن بخمرهن علي جيوبهن
“Katakanlah kepada wanita yang beriman:
“Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya,….” (QS. An-Nuur:
31)
Batasan
aurat bagi seorang muslimah menurut Syekh Salim Al-Hudrani, aurat dibagi
menjadi empat, yaitu:
1. Aurat perempuan yang merdeka atau amak
(budak) ketika berada dengan mahramnya adalah antara lutut dan pusar
2. Aurat perempuan merdeka dan amak (budak)
ketika bersama laki-laki yang bukan muhrim adalah semua badan (diluar shalat)
3. Perempuan amak (budak) yang merdeka,
auratnya adalah seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan wajah
4. Laki-laki didalam dan diluar shalat serta
budak-budak wanita (amak), auratnya adalah antara pusar dan lutut
Aturan pakaian seorang muslimah sesuai dengan
standar Islam adalah sebagai berikut:
1. Lengan baju panjang sampai ke pergelangan
tangan
2. Pakaian panjang sampai ke bukulali dan
longgar
3. Memakai sarung kaki
4. Kerudung menutup dada dan tidak transparan.
Ada 5 perkara yang bisa dijadikan acuan dalam menggunakan jilbab, yaitu:
1. Pada
prinsipnya jilbab itu harus menutupi bagian dada (keseluruhan)
2. Modelnya
tidak membentuk tubuh (ketat)
3. Tidak
terbuat dari bahan yang tipis
4. Tidak
menyerupai laki-laki
5. Bentuknya
sederhana dan tidak mengundang perhatian (mencolok/norak)
5. Sepatu tinggi dan tidak berbunyi
Pakaian seorang muslimah harus didasarkan pada aturan auratnya.
Kita boleh mengikuti tren mode Barat saat ini tetapi harus tetap berpegang pada
rambu-rambu agama Islam. Islam tidak pernah melarang kita untuk mengikuti
perkembangan zaman, yang saat ini didominasi perkembangan Barat. Jadi kita bisa
memanfaatkan hal ini dengan tetap mempertahankan sisi keislaman kita. Namun
perkembangan ini malah dimanfaatkan oleh para desainer untuk mengambil
keuntungan. Akibatnya, para remaja yang menjadi sasaran dampak perkembangan
fashion Barat ini.
5.2. Saran
1.
Perlu adanya pembatasan masuknya perkembangan tren fashion Barat ke Indonesia
agar para remaja tidak semakin terbuai dalam dunia fashion yang semakin
menggila.
2.
Islam harus menambah wawasan umatnya dalam segi berpakaian yang sesuai dengan
aturan dalam Al-Quran.
3.
Negara Indonesia harus bisa menciptakan tren fashion sendiri yang sesuai aturan
sehingga para remaja tidak memandang tren fashion negara lain.
4.
Para remaja sebagai generasi penerus bangsa harus membatasi perilaku-perilaku
yang menyimpang agar tidak dicontoh oleh generasi selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Albani,
Muhammad Nashiruddin. 2001. Jilbab Wanita Muslimah Menurut Al-Qur`an dan As
Sunnah (Jilbab Al-Mar`ah Al-Muslimah fi Al-Kitab wa As-Sunnah). Cetakan
ke-6. Solo : At-Tibyan.
Al-Baghdadi,
Abdurrahman. 1998. Emansipasi Adakah dalam Islam Suatu Tinjauan Syariat
Islam Tentang Kehidupan Wanita. Cetakan ke-10. Jakarta : Gema Insani Press.
Al-Ghaffar,
Abdur Rasul Hasan. 1984. Wanita Islam dan Gaya Hidup Modern. Bandung:
Pustaka Hidayah.
Ambarwati,
K.R. & M. Al-Khaththath. 2003. Jilbab Antara Trend dan Kewajiban.
Cetakan Ke-1. Jakarta : Wahyu Press.
Asy-Syanawi,
Abdul Aziz. 1992. Wanita-Wanita Asuhan Rasulullah. Bandung: Al-Bayan
Mizan
Ath-Thayyibiy,
Achmad Junaidi. 2003. Tata Kehidupan Wanita dalam Syariat Islam. Cetakan
ke-1. Jakarta : Wahyu Press.
Imran, Muhammad. 1996. Ideal Woman In Islam.
Delhi: Markazi maktaba Islami.
Juneman. 2010. Psychology of Fashion, Fenomena Perempuan (melepas) Jilbab. Jakarta: Pustaka Setia
Muthahhari, Murtadha. 1995. Hak-hak Wanita
Dalam Islam. Bandung: Pustaka.
Qonita,
Arina. 2001. Jilbab dan Hijab. Cetakan ke-1. Jakarta : Bina Mitra Press.
Siddik, Yasmin. 2007. Tampil Gaya dengan
Jilbab. Kawan Pustaka.
Syukur rahmatullah, Azam. 2005. Kala Cinta
Mulai Menyapa : menyibak sisi hitam jilbab gaul, gaya hidup, pacaran, dan seks
bebas bagi remaja Islam. Jakarta: Diva Press
Taimiyyah, Ibnu. 2000. Hijab dan Pakaian Wanita Muslimah dalam
Sholat (Hijab Al-Mar`ah wa Libasuha fi Ash-Shalah). Cetakan ke-2. Solo :
At-Tibyan.
www.google.com.
10 April 2008. Jurnal Kebudayaan Srintil. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar